ok

Indonesia
http://www.imagebam.com/remove/76108294/c8163fd5c52486c52356ebad947f6a8a

dengerin nih biar tidak bt ,kalau tidak di non aktfkan saja yach

Rabu, 24 Februari 2010

ilmuwan tidak terkenal yang mengubah dunia(islam)


  1. 1. IBNU AL-HAYTHAM: Lahir di Basra, Al-Haytham adalah seorang pemikir terkemuka pada zamannya. Dia membuat sumbangan berharga dalam bidang matematika, anatomi, astronomi, teknik, kedokteran, filsafat, dan fisika. Ia juga memperkenalkan metodologi ilmiah eksperimen dan observasi. Karyanya yg penting adalah pada tulisan mengenai optik, The Book of Optics dianggap sebagai yang berpengaruh untuk sebuah revolusi dalam studi optik dan persepsi visual. buku tersebut adalah deskripsi pertama dari kamera obscura (kamar gelap), dan ia juga meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan mikroskop, teleskop dan menetapkan prinsip-prinsip optik seni Renaisans. Mikroskop secara khusus memiliki implikasi yang besar untuk obat-obatan dan mikrobiologi, maupun kimia di dunia mode.
  2. 2. Ibnu Sina (980-1037 Salah satu yang paling berpengaruh dari semua ilmuwan Islam adalah Ibnu Sina, seperti keanyakan rekan2nya, dia bekerja pada banyak aspek ilmu termasuk kedokteran, matematika, logika, dan geologi. Dia menulis hampir 450 teks bacaan pada berbagai subyek, dua yang paling terkenal adalah The Canon of Medicine dan The Book of Healing. buku2 Ini digunakan sebagai buku standar pelajaran universitas di Eropa selama ratusan tahun. Namun, pengaruhnya meluas lebih jauh lagi, karena ia juga dianggap berperan untuk pengenalan karantina untuk menghindari penyebaran infeksi, juga memperkenalkan uji klinis dan eksperimen sistematis .

3.Abu Abdullah Muhammad bin Battutah (24 Februari 1304 - 1368 atau 1377) adalah seorang pengembara Berber Maroko. Atas dorongan Sultan Maroko, Ibnu Batutah mendiktekan beberapa perjalanan pentingnya kepada seorang sarjana bernama Ibnu Juzay, yang ditemuinya ketika sedang berada di Iberia. Meskipun mengandung beberapa kisah fiksi, Rihlah merupakan catatan perjalanan dunia terlengkap yang berasal dari abad ke-14.
Hampir semua yang diketahui tentang kehidupan Ibnu Batutah datang dari dirinya sendiri.

Meskipun dia mengiklankan bahawa hal-hal yang diceritakannya adalah apa yang dia lihat atau dia alami, kita tak bisa tahu kebenaran dari cerita tersebut. Lahir di Tangier, Maroko antara tahun 1304 dan 1307, pada usia sekitar dua puluh tahun Ibnu Batutah berangkat haji -- ziarah ke Mekah. Setelah selesai, dia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi 120.000 kilometer sepanjang dunia Muslim (sekitar 44 negara modern).

Perjalanannya ke Mekah melalui jalur darat, menyusuri pantai Afrika Utara hingga tiba di Kairo. Pada titik ini ia masih berada dalam wilayah Mamluk, yang relatif aman. Jalur yang umu digunakan menuju Mekah ada tiga, dan Ibnu Batutah memilih jalur yang paling jarang ditempuh: pengembaraan menuju sungai Nil, dilanjutkan ke arah timur melalui jalur darat menuju dermaga Laut Merah di 'Aydhad. Tetapi, ketika mendekati kota tersebut, ia dipaksa untuk kembali dengan alasan pertikaian lokal.

Kembail ke Kairo, ia menggunakan jalur kedua, ke Damaskus (yang selanjutnya dikuasai Mamluk), dengan alasan keterangan/anjuran seseorang yang ditemuinya di perjalanan pertama, bahwa ia hanya akan sampai di Mekah jika telah melalui Suriah. Keuntungan lain ketika memakai jalur pinggiran adalah ditemuinya tempat-tempat suci sepanjang jalur tersebut -- Hebron, Yerusalem, dan Betlehem, misalnya -- dan bahwa penguasa Mamluk memberikan perhatian khusus untuk mengamankan para peziarah.

Setelah menjalani Ramadhan di Damaskus, Ibnu Batutah bergabung dengan suatu rombongan yang menempuh jarak 800 mil dari Damaskus ke Madinah, tempat dimakamkannya Muhammad. Empat hari kemudian, dia melanjutkan perjalanannya ke Mekah. Setelah melaksanakan rangkaian ritual haji, sebagai hasil renungannya, dia kemudian memutuskan untuk melanjutkan mengembara. Tujuan selanjutnya adalah Il-Khanate (sekarang Iraq dan Iran.
Dengan cara bergabung dengan suatu rombongan, dia melintasi perbatasan menuju Mesopotamia dan mengunjungi najaf, tempat dimakamkannya khalifah keempat Ali. Dari sana, dia melanjutkan ke Basrah, lalu Isfahan, yang hanya beberapa dekade jaraknya dengan penghancuran oleh Timur. Kemudian Shiraz dan Baghdad (Baghdad belum lama diserang habis-habisan oleh Hulagu Khan).

Di sana ia bertemu Abu Sa'id, pemimpin terakhir Il-Khanate. Ibnu Batutah untuk sementara mengembara bersama rombongan penguasa, kemudian berbelok ke utara menuju Tabriz di Jalur Sutra. Kota ini merupakan gerbang menuju Mongol, yang merupakan pusat perdagangan penting.

Setelah perjalanan ini, Ibnu Batutah kembali ke Mekah untuk haji kedua, dan tinggal selama setahun sebelum kemudian menjalani pengembaraan kedua melalui Laut Merah dan pantai Afrika Timur. Persinggahan pertamanya adalah Aden, dengan tujuan untuk berniaga menuju Semenanjung Arab dari sekitar Samudera Indonesia. Akan tetapi, sebelum itu, ia memutuskan untuk melakukan petualangan terakhir dan mempersiapkan suatu perjalanan sepanjang pantai Afrika.

Menghabiskan sekitar seminggu di setiap daerah tujuannya, Ibnu Batutah berkunjung ke Ethiopia, Mogadishu, Mombasa, Zanzibar, Kilwa, dan beberapa daerah lainnya. Mengikuti perubahan arah angin, dia bersama kapal yang ditumpanginya kembali ke Arab selatan. Setelah menyelesaikan petualangannya, sebelum menetap, ia berkunjung ke Oman dan Selat Hormuz. Setelah selesai, ia berziarah ke Mekah lagi.

Setelah setahun di sana, ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di kesultanan Delhi. Untuk keperluan bahasa, dia mencari penterjemah di Anatolia. Kemudian di bawah kendali Turki Saljuk, ia bergabung dengan sebuah rombongan menuju India. Pelayaran laut dari Damaskus mendaratkannya di Alanya di pantai selatan Turki sekarang. Dari sini ia berkelana ke Konya dan Sinope di pantai Laut Hitam.

Setelah menyeberangi Laut Hitam, ia tiba di Kaffa, di Crimea, dan memasuki tanah Golden Horde. Dari sana ia membeli kereta dan bergabung dengan rombongan Ozbeg, Khan dari Golden Horde, dalam suatu perjalanan menuju Astrakhan di Sungai Volga.

4.Ibnu Maskawaih

Orang yang mengasaskan teori evolusi

Ibn Maskawaih atau nama sebenarnya Abu Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Yaakub bin Maskawaih merupakan ilmuwan Islam yang terpenting. Walaupun pemikiran falsafahnya tidak banyak dibicarakan tetap

i beliau telah mengemukakan berbagai-bagai teori falsafah penting yang menjadi asas kepada pemikiran falsafah tokoh-tokoh selepasnya.

Pandangannya mengenai manusia dan perkembangan masyarakat bukan sahaja menjadi asas pemikiran ke­pada ilmuwan Islam yang lain seperti Ibnu Khaldun dan Jamaluddin Al Rini tetapi juga para sarjana Barat. Teori evolusi yang dikemukakannya telah dijadikan sebagai bahan kajian oleh Charles Darwin yang kemudiannya menerbitkan buku Origin of
Species mengenai kejadian dan asal-usul manusia.

Dalam buku tersebut, Charles Darwin telah menyatakan bahawa manusia berkembang secara evolusi daripada spesies hidupan yang paling ringkas kepada yang kompleks. Perkembangan itu berlaku secara perlahan-lahan dan mengambil masa yang lama. Hasil daripada kajian dan pemerhatiannya terhadap pelbagai spesies hidupan dan fosil di beberapa buah benua, beliau akhirnya membuat keputusan bahawa manusia se­benarnya berasal daripada beruk melalui proses evolusi.

Teori evolusinya telah menjadi kontroversi dan mendapat tentangan daripada pihak gereja kerana dia menafikan peranan Tuhan dalam menjadikan kehidupan di muka bumi ini. Namun begitu, teori berkenaan telah menjadikan Darwin terkenal dan dianggap sebagai pelopor teori evo­lusi yang digunakan oleh para sarjana dalam bidang antropologi dan sosiologi dalam menghuraikansejarah serta perjalanan manusia serta perkembangan masyarakat. Padahal teori evolusi telah lama digunakan oleh Ibn Maskawaih dalam kajiannya mengenai perabadan ma­nusia.

Menurutnya, kecerdikan manusia tidaklah mengatasi kepintaran yang dimiliki oleh beruk. Tetapi manusia menjadi lebih cerdik kerana pengalaman yang mereka peroleh dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi Ibn Maskawaih, manusia itu ialah sebuah dunia yang kecil dan padanya terdapat gambaran mengenai segala yang ada di dunia ini. Setiap manusia mempunyai peranannya yang tersendiri sama ada sebagai individu ataupun anggota masyarakat.

Pendapat beliau ini menepati "Teori Fungsi" yang dikemukakan oleh seorang ahli sosio­logi Perancis yang bernama Auguste Comte. Sekiranya setiap anggota masyarakat melaksanakan peranan dan fungsinya maka masyarakat itu akan berada dalam keadaan yang stabil dan bersatu padu serta membolehkannya berkembang dengan teratur. Manakala sebarang gangguan terhadap fungsi itu akan mengakibatkan berlakunya konflik dan pergolakan dalam masyarakat.

Secara tidak langsung akan membawa keruntuhan kepada masyarakat tersebut. Jadi, tidak keterlaluan kalau di katakan bahawa Ibn Maskawaih juga merupakan pengasas kepada Teori Fungsi yang digunakan oleh para penganalisis sosial yang menjalankan kajian tentang masyarakat kuno dan moden. Walaupun beliau terdidik dalam bidang perubatan, tetapi minatnya yang mendalam terhadap ilmu, telah mendorongnya
mempelajari kesusasteraan, falsafah, kimia, bahasa, dan ilmu klasik yang lain.

Beliau menguasai dan mempunyai kepakaran setiap bidang yang dipelajarinya. Ibnu Maskawaih juga ahli sejarah dan ilmuwan akhlak yang handal. Semua ilmu pengetahuan itu tidak dipelajari sekali gus seperti yang sering dilakukan oleh sarjana Islam yang lain. Beliau mempelajarinya secara berperingkat-peringkat dan akhirnya mendapati bidang falsafah sesuai dengan dirinya sebagai seorang pemikir. Memulakan kerjayanya sebagai doktor sebelum dilantik menjadi setiausaha kepada beberapa orang menteri seperti Mueiz al Daulah.

Pengalaman tersebut memberikan beliau peluang yang luas untuk mendampingi masyara­kat dan orang ramai. Selepas kematian Mueiz, beliau dilantik oleh Menteri Ibnu Amid menja­di ketua perpustakaan. Kesempatan ini telah digunakan untuk menelaah berbagai-bagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan Islam dan Yunani. Selepas itu, beliau dilantik pula sebagai Ketua Pemegang Amanah Khazanah yang bertanggungjawab menjaga Perpustakaan Malik Adhdud Daulah yang memerintah dari tahun 367-372H. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya, Ibn Muskawaih telah berjaya membina ketokohannya sebagai seorang ilmuwan yang mempunyai pengetahuan yang luas dalam pelbagai bidang.

Banyak teori telah dihasilkan oleh beliau dan tidak terbatas kepada bi­dang falsafah semata-mata. Beliau menulis berbagai-bagai kitab yang membicarakan pelbagai persoalan. Antaranya Kitab al-Fauz al-Saghir yang menumpukan pembicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafizik iaitu tentang Allah, kerasulan dan jiwa. Kebanyakan pandangannya mengenai perkara ini disesuaikan daripada pandangan ahli falsafah Yunani. Kesan pemikiran falsafah Yunani terhadap Ibn Muskawaih dapat dilihat pada pan­dangannya mengenai jiwa.

Semasa mengungkap persoalan ini, beliau menyatakan bahawa jiwa merupakan roh yang berlainan daripada tubuh dan tidak mungkin dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindera. Baginya jiwa sesuatu yangda­pat menerima dua perkara pada satu masa yang sama seperti keadaan hitam dan putih pada satu waktu. Beliau juga telah mengemukakan teori akhlak dalam kitabnya yang berjudul kitab Tahzib al-Akhlaq. Dalam kitab itu, beliau menyebut kemuncak akhlak ialah apabila lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan secara teratur.

Oleh itu, akhlak yang baik hanya akan lahir daripada jiwa yang bersih dan begitu juga sebaliknya.Untuk mendapat jiwa yang bersih maka anak-anak sejak kecil lagi harus didedahkan de­ngan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai buruk pula hanya akan mengganggu proses tumbesaran dan menyebabkan mereka membesar tanpa menghiraukan tatasusila. Anak-anak perlu dilatih pada peringkat awal tumbesaran supaya bersikap dan bertindak mengikut nilai-nilai ini agar sebati de­ngan diri serta sanubari mereka.

Ibn Maskawaih turut menulis beberapa buah kitab yang lain seperti al'Adwiah al-Mufra-dah tentang ubat-ubatan, Uns al'Farid sebuah antologi cerpen, Tajarub al'Umarn sebuah catatan mengenai sejarah, al-Tabikh mengenai kaedah memasak, al'Asyribah yang membicarakan tentang minuman, al'Fauz al-Kabir, dan Tajrib al'Um. Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli falsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Idea dan pan­dangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan serta sarjana Islam yang tiada tolok bandingan pada zamannya. Sesungguhnya Ibn Maskawaih yang dilahirkan pada 330H (941M) di Kota Rhages itu akan terus dikenang sebagai seorang ahli fal­safah yang kaya dengan teori-teorinya.

Orang yang mengasaskan teori evolusi

Ibn Maskawaih atau nama sebenarnya Abu Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Yaakub bin Maskawaih merupakan ilmuwan Islam yang terpenting. Walaupun pemikiran falsafahnya tidak banyak dibicarakan tetapi beliau telah mengemukakan berbagai-bagai teori falsafah penting yang menjadi asas kepada pemikiran falsafah tokoh-tokoh selepasnya.

Pandangannya mengenai manusia dan perkembangan masyarakat bukan sahaja menjadi asas pemikiran ke­pada ilmuwan Islam yang lain seperti Ibnu Khaldun dan Jamaluddin Al Rini tetapi juga para sarjana Barat. Teori evolusi yang dikemukakannya telah dijadikan sebagai bahan kajian oleh Charles Darwin yang kemudiannya menerbitkan buku Origin of
Species mengenai kejadian dan asal-usul manusia.

Dalam buku tersebut, Charles Darwin telah menyatakan bahawa manusia berkembang secara evolusi daripada spesies hidupan yang paling ringkas kepada yang kompleks. Perkembangan itu berlaku secara perlahan-lahan dan mengambil masa yang lama. Hasil daripada kajian dan pemerhatiannya terhadap pelbagai spesies hidupan dan fosil di beberapa buah benua, beliau akhirnya membuat keputusan bahawa manusia se­benarnya berasal daripada beruk melalui proses evolusi.

Teori evolusinya telah menjadi kontroversi dan mendapat tentangan daripada pihak gereja kerana dia menafikan peranan Tuhan dalam menjadikan kehidupan di muka bumi ini. Namun begitu, teori berkenaan telah menjadikan Darwin terkenal dan dianggap sebagai pelopor teori evo­lusi yang digunakan oleh para sarjana dalam bidang antropologi dan sosiologi dalam menghuraikansejarah serta perjalanan manusia serta perkembangan masyarakat. Padahal teori evolusi telah lama digunakan oleh Ibn Maskawaih dalam kajiannya mengenai perabadan ma­nusia.

Menurutnya, kecerdikan manusia tidaklah mengatasi kepintaran yang dimiliki oleh beruk. Tetapi manusia menjadi lebih cerdik kerana pengalaman yang mereka peroleh dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi Ibn Maskawaih, manusia itu ialah sebuah dunia yang kecil dan padanya terdapat gambaran mengenai segala yang ada di dunia ini. Setiap manusia mempunyai peranannya yang tersendiri sama ada sebagai individu ataupun anggota masyarakat.

Pendapat beliau ini menepati "Teori Fungsi" yang dikemukakan oleh seorang ahli sosio­logi Perancis yang bernama Auguste Comte. Sekiranya setiap anggota masyarakat melaksanakan peranan dan fungsinya maka masyarakat itu akan berada dalam keadaan yang stabil dan bersatu padu serta membolehkannya berkembang dengan teratur. Manakala sebarang gangguan terhadap fungsi itu akan mengakibatkan berlakunya konflik dan pergolakan dalam masyarakat.

Secara tidak langsung akan membawa keruntuhan kepada masyarakat tersebut. Jadi, tidak keterlaluan kalau di katakan bahawa Ibn Maskawaih juga merupakan pengasas kepada Teori Fungsi yang digunakan oleh para penganalisis sosial yang menjalankan kajian tentang masyarakat kuno dan moden. Walaupun beliau terdidik dalam bidang perubatan, tetapi minatnya yang mendalam terhadap ilmu, telah mendorongnya
mempelajari kesusasteraan, falsafah, kimia, bahasa, dan ilmu klasik yang lain.

Beliau menguasai dan mempunyai kepakaran setiap bidang yang dipelajarinya. Ibnu Maskawaih juga ahli sejarah dan ilmuwan akhlak yang handal. Semua ilmu pengetahuan itu tidak dipelajari sekali gus seperti yang sering dilakukan oleh sarjana Islam yang lain. Beliau mempelajarinya secara berperingkat-peringkat dan akhirnya mendapati bidang falsafah sesuai dengan dirinya sebagai seorang pemikir. Memulakan kerjayanya sebagai doktor sebelum dilantik menjadi setiausaha kepada beberapa orang menteri seperti Mueiz al Daulah.

Pengalaman tersebut memberikan beliau peluang yang luas untuk mendampingi masyara­kat dan orang ramai. Selepas kematian Mueiz, beliau dilantik oleh Menteri Ibnu Amid menja­di ketua perpustakaan. Kesempatan ini telah digunakan untuk menelaah berbagai-bagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan Islam dan Yunani. Selepas itu, beliau dilantik pula sebagai Ketua Pemegang Amanah Khazanah yang bertanggungjawab menjaga Perpustakaan Malik Adhdud Daulah yang memerintah dari tahun 367-372H. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya, Ibn Muskawaih telah berjaya membina ketokohannya sebagai seorang ilmuwan yang mempunyai pengetahuan yang luas dalam pelbagai bidang.

Banyak teori telah dihasilkan oleh beliau dan tidak terbatas kepada bi­dang falsafah semata-mata. Beliau menulis berbagai-bagai kitab yang membicarakan pelbagai persoalan. Antaranya Kitab al-Fauz al-Saghir yang menumpukan pembicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafizik iaitu tentang Allah, kerasulan dan jiwa. Kebanyakan pandangannya mengenai perkara ini disesuaikan daripada pandangan ahli falsafah Yunani. Kesan pemikiran falsafah Yunani terhadap Ibn Muskawaih dapat dilihat pada pan­dangannya mengenai jiwa.

Semasa mengungkap persoalan ini, beliau menyatakan bahawa jiwa merupakan roh yang berlainan daripada tubuh dan tidak mungkin dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindera. Baginya jiwa sesuatu yangda­pat menerima dua perkara pada satu masa yang sama seperti keadaan hitam dan putih pada satu waktu. Beliau juga telah mengemukakan teori akhlak dalam kitabnya yang berjudul kitab Tahzib al-Akhlaq. Dalam kitab itu, beliau menyebut kemuncak akhlak ialah apabila lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan secara teratur.

Oleh itu, akhlak yang baik hanya akan lahir daripada jiwa yang bersih dan begitu juga sebaliknya.Untuk mendapat jiwa yang bersih maka anak-anak sejak kecil lagi harus didedahkan de­ngan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai buruk pula hanya akan mengganggu proses tumbesaran dan menyebabkan mereka membesar tanpa menghiraukan tatasusila. Anak-anak perlu dilatih pada peringkat awal tumbesaran supaya bersikap dan bertindak mengikut nilai-nilai ini agar sebati de­ngan diri serta sanubari mereka.

Ibn Maskawaih turut menulis beberapa buah kitab yang lain seperti al'Adwiah al-Mufra-dah tentang ubat-ubatan, Uns al'Farid sebuah antologi cerpen, Tajarub al'Umarn sebuah catatan mengenai sejarah, al-Tabikh mengenai kaedah memasak, al'Asyribah yang membicarakan tentang minuman, al'Fauz al-Kabir, dan Tajrib al'Um. Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli falsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Idea dan pan­dangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan serta sarjana Islam yang tiada tolok bandingan pada zamannya. Sesungguhnya Ibn Maskawaih yang dilahirkan pada 330H (941M) di Kota Rhages itu akan terus dikenang sebagai seorang ahli fal­safah yang kaya dengan teori-teorinya.

Orang yang mengasaskan teori evolusi

Ibn Maskawaih atau nama sebenarnya Abu Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Yaakub bin Maskawaih merupakan ilmuwan Islam yang terpenting. Walaupun pemikiran falsafahnya tidak banyak dibicarakan tetapi beliau telah mengemukakan berbagai-bagai teori falsafah penting yang menjadi asas kepada pemikiran falsafah tokoh-tokoh selepasnya.

Pandangannya mengenai manusia dan perkembangan masyarakat bukan sahaja menjadi asas pemikiran ke­pada ilmuwan Islam yang lain seperti Ibnu Khaldun dan Jamaluddin Al Rini tetapi juga para sarjana Barat. Teori evolusi yang dikemukakannya telah dijadikan sebagai bahan kajian oleh Charles Darwin yang kemudiannya menerbitkan buku Origin of
Species mengenai kejadian dan asal-usul manusia.

Dalam buku tersebut, Charles Darwin telah menyatakan bahawa manusia berkembang secara evolusi daripada spesies hidupan yang paling ringkas kepada yang kompleks. Perkembangan itu berlaku secara perlahan-lahan dan mengambil masa yang lama. Hasil daripada kajian dan pemerhatiannya terhadap pelbagai spesies hidupan dan fosil di beberapa buah benua, beliau akhirnya membuat keputusan bahawa manusia se­benarnya berasal daripada beruk melalui proses evolusi.

Teori evolusinya telah menjadi kontroversi dan mendapat tentangan daripada pihak gereja kerana dia menafikan peranan Tuhan dalam menjadikan kehidupan di muka bumi ini. Namun begitu, teori berkenaan telah menjadikan Darwin terkenal dan dianggap sebagai pelopor teori evo­lusi yang digunakan oleh para sarjana dalam bidang antropologi dan sosiologi dalam menghuraikansejarah serta perjalanan manusia serta perkembangan masyarakat. Padahal teori evolusi telah lama digunakan oleh Ibn Maskawaih dalam kajiannya mengenai perabadan ma­nusia.

Menurutnya, kecerdikan manusia tidaklah mengatasi kepintaran yang dimiliki oleh beruk. Tetapi manusia menjadi lebih cerdik kerana pengalaman yang mereka peroleh dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi Ibn Maskawaih, manusia itu ialah sebuah dunia yang kecil dan padanya terdapat gambaran mengenai segala yang ada di dunia ini. Setiap manusia mempunyai peranannya yang tersendiri sama ada sebagai individu ataupun anggota masyarakat.

Pendapat beliau ini menepati "Teori Fungsi" yang dikemukakan oleh seorang ahli sosio­logi Perancis yang bernama Auguste Comte. Sekiranya setiap anggota masyarakat melaksanakan peranan dan fungsinya maka masyarakat itu akan berada dalam keadaan yang stabil dan bersatu padu serta membolehkannya berkembang dengan teratur. Manakala sebarang gangguan terhadap fungsi itu akan mengakibatkan berlakunya konflik dan pergolakan dalam masyarakat.

Secara tidak langsung akan membawa keruntuhan kepada masyarakat tersebut. Jadi, tidak keterlaluan kalau di katakan bahawa Ibn Maskawaih juga merupakan pengasas kepada Teori Fungsi yang digunakan oleh para penganalisis sosial yang menjalankan kajian tentang masyarakat kuno dan moden. Walaupun beliau terdidik dalam bidang perubatan, tetapi minatnya yang mendalam terhadap ilmu, telah mendorongnya
mempelajari kesusasteraan, falsafah, kimia, bahasa, dan ilmu klasik yang lain.

Beliau menguasai dan mempunyai kepakaran setiap bidang yang dipelajarinya. Ibnu Maskawaih juga ahli sejarah dan ilmuwan akhlak yang handal. Semua ilmu pengetahuan itu tidak dipelajari sekali gus seperti yang sering dilakukan oleh sarjana Islam yang lain. Beliau mempelajarinya secara berperingkat-peringkat dan akhirnya mendapati bidang falsafah sesuai dengan dirinya sebagai seorang pemikir. Memulakan kerjayanya sebagai doktor sebelum dilantik menjadi setiausaha kepada beberapa orang menteri seperti Mueiz al Daulah.

Pengalaman tersebut memberikan beliau peluang yang luas untuk mendampingi masyara­kat dan orang ramai. Selepas kematian Mueiz, beliau dilantik oleh Menteri Ibnu Amid menja­di ketua perpustakaan. Kesempatan ini telah digunakan untuk menelaah berbagai-bagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan Islam dan Yunani. Selepas itu, beliau dilantik pula sebagai Ketua Pemegang Amanah Khazanah yang bertanggungjawab menjaga Perpustakaan Malik Adhdud Daulah yang memerintah dari tahun 367-372H. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya, Ibn Muskawaih telah berjaya membina ketokohannya sebagai seorang ilmuwan yang mempunyai pengetahuan yang luas dalam pelbagai bidang.

Banyak teori telah dihasilkan oleh beliau dan tidak terbatas kepada bi­dang falsafah semata-mata. Beliau menulis berbagai-bagai kitab yang membicarakan pelbagai persoalan. Antaranya Kitab al-Fauz al-Saghir yang menumpukan pembicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafizik iaitu tentang Allah, kerasulan dan jiwa. Kebanyakan pandangannya mengenai perkara ini disesuaikan daripada pandangan ahli falsafah Yunani. Kesan pemikiran falsafah Yunani terhadap Ibn Muskawaih dapat dilihat pada pan­dangannya mengenai jiwa.

Semasa mengungkap persoalan ini, beliau menyatakan bahawa jiwa merupakan roh yang berlainan daripada tubuh dan tidak mungkin dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindera. Baginya jiwa sesuatu yangda­pat menerima dua perkara pada satu masa yang sama seperti keadaan hitam dan putih pada satu waktu. Beliau juga telah mengemukakan teori akhlak dalam kitabnya yang berjudul kitab Tahzib al-Akhlaq. Dalam kitab itu, beliau menyebut kemuncak akhlak ialah apabila lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan secara teratur.

Oleh itu, akhlak yang baik hanya akan lahir daripada jiwa yang bersih dan begitu juga sebaliknya.Untuk mendapat jiwa yang bersih maka anak-anak sejak kecil lagi harus didedahkan de­ngan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai buruk pula hanya akan mengganggu proses tumbesaran dan menyebabkan mereka membesar tanpa menghiraukan tatasusila. Anak-anak perlu dilatih pada peringkat awal tumbesaran supaya bersikap dan bertindak mengikut nilai-nilai ini agar sebati de­ngan diri serta sanubari mereka.

Ibn Maskawaih turut menulis beberapa buah kitab yang lain seperti al'Adwiah al-Mufra-dah tentang ubat-ubatan, Uns al'Farid sebuah antologi cerpen, Tajarub al'Umarn sebuah catatan mengenai sejarah, al-Tabikh mengenai kaedah memasak, al'Asyribah yang membicarakan tentang minuman, al'Fauz al-Kabir, dan Tajrib al'Um. Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli falsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Idea dan pan­dangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan serta sarjana Islam yang tiada tolok bandingan pada zamannya. Sesungguhnya Ibn Maskawaih yang dilahirkan pada 330H (941M) di Kota Rhages itu akan terus dikenang sebagai seorang ahli fal­safah yang kaya dengan teori-teorinya.

Orang yang mengasaskan teori evolusi

Ibn Maskawaih atau nama sebenarnya Abu Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Yaakub bin Maskawaih merupakan ilmuwan Islam yang terpenting. Walaupun pemikiran falsafahnya tidak banyak dibicarakan tetapi beliau telah mengemukakan berbagai-bagai teori falsafah penting yang menjadi asas kepada pemikiran falsafah tokoh-tokoh selepasnya.

Pandangannya mengenai manusia dan perkembangan masyarakat bukan sahaja menjadi asas pemikiran ke­pada ilmuwan Islam yang lain seperti Ibnu Khaldun dan Jamaluddin Al Rini tetapi juga para sarjana Barat. Teori evolusi yang dikemukakannya telah dijadikan sebagai bahan kajian oleh Charles Darwin yang kemudiannya menerbitkan buku Origin of
Species mengenai kejadian dan asal-usul manusia.

Dalam buku tersebut, Charles Darwin telah menyatakan bahawa manusia berkembang secara evolusi daripada spesies hidupan yang paling ringkas kepada yang kompleks. Perkembangan itu berlaku secara perlahan-lahan dan mengambil masa yang lama. Hasil daripada kajian dan pemerhatiannya terhadap pelbagai spesies hidupan dan fosil di beberapa buah benua, beliau akhirnya membuat keputusan bahawa manusia se­benarnya berasal daripada beruk melalui proses evolusi.

Teori evolusinya telah menjadi kontroversi dan mendapat tentangan daripada pihak gereja kerana dia menafikan peranan Tuhan dalam menjadikan kehidupan di muka bumi ini. Namun begitu, teori berkenaan telah menjadikan Darwin terkenal dan dianggap sebagai pelopor teori evo­lusi yang digunakan oleh para sarjana dalam bidang antropologi dan sosiologi dalam menghuraikansejarah serta perjalanan manusia serta perkembangan masyarakat. Padahal teori evolusi telah lama digunakan oleh Ibn Maskawaih dalam kajiannya mengenai perabadan ma­nusia.

Menurutnya, kecerdikan manusia tidaklah mengatasi kepintaran yang dimiliki oleh beruk. Tetapi manusia menjadi lebih cerdik kerana pengalaman yang mereka peroleh dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi Ibn Maskawaih, manusia itu ialah sebuah dunia yang kecil dan padanya terdapat gambaran mengenai segala yang ada di dunia ini. Setiap manusia mempunyai peranannya yang tersendiri sama ada sebagai individu ataupun anggota masyarakat.

Pendapat beliau ini menepati "Teori Fungsi" yang dikemukakan oleh seorang ahli sosio­logi Perancis yang bernama Auguste Comte. Sekiranya setiap anggota masyarakat melaksanakan peranan dan fungsinya maka masyarakat itu akan berada dalam keadaan yang stabil dan bersatu padu serta membolehkannya berkembang dengan teratur. Manakala sebarang gangguan terhadap fungsi itu akan mengakibatkan berlakunya konflik dan pergolakan dalam masyarakat.

Secara tidak langsung akan membawa keruntuhan kepada masyarakat tersebut. Jadi, tidak keterlaluan kalau di katakan bahawa Ibn Maskawaih juga merupakan pengasas kepada Teori Fungsi yang digunakan oleh para penganalisis sosial yang menjalankan kajian tentang masyarakat kuno dan moden. Walaupun beliau terdidik dalam bidang perubatan, tetapi minatnya yang mendalam terhadap ilmu, telah mendorongnya
mempelajari kesusasteraan, falsafah, kimia, bahasa, dan ilmu klasik yang lain.

Beliau menguasai dan mempunyai kepakaran setiap bidang yang dipelajarinya. Ibnu Maskawaih juga ahli sejarah dan ilmuwan akhlak yang handal. Semua ilmu pengetahuan itu tidak dipelajari sekali gus seperti yang sering dilakukan oleh sarjana Islam yang lain. Beliau mempelajarinya secara berperingkat-peringkat dan akhirnya mendapati bidang falsafah sesuai dengan dirinya sebagai seorang pemikir. Memulakan kerjayanya sebagai doktor sebelum dilantik menjadi setiausaha kepada beberapa orang menteri seperti Mueiz al Daulah.

Pengalaman tersebut memberikan beliau peluang yang luas untuk mendampingi masyara­kat dan orang ramai. Selepas kematian Mueiz, beliau dilantik oleh Menteri Ibnu Amid menja­di ketua perpustakaan. Kesempatan ini telah digunakan untuk menelaah berbagai-bagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan Islam dan Yunani. Selepas itu, beliau dilantik pula sebagai Ketua Pemegang Amanah Khazanah yang bertanggungjawab menjaga Perpustakaan Malik Adhdud Daulah yang memerintah dari tahun 367-372H. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya, Ibn Muskawaih telah berjaya membina ketokohannya sebagai seorang ilmuwan yang mempunyai pengetahuan yang luas dalam pelbagai bidang.

Banyak teori telah dihasilkan oleh beliau dan tidak terbatas kepada bi­dang falsafah semata-mata. Beliau menulis berbagai-bagai kitab yang membicarakan pelbagai persoalan. Antaranya Kitab al-Fauz al-Saghir yang menumpukan pembicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafizik iaitu tentang Allah, kerasulan dan jiwa. Kebanyakan pandangannya mengenai perkara ini disesuaikan daripada pandangan ahli falsafah Yunani. Kesan pemikiran falsafah Yunani terhadap Ibn Muskawaih dapat dilihat pada pan­dangannya mengenai jiwa.

Semasa mengungkap persoalan ini, beliau menyatakan bahawa jiwa merupakan roh yang berlainan daripada tubuh dan tidak mungkin dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindera. Baginya jiwa sesuatu yangda­pat menerima dua perkara pada satu masa yang sama seperti keadaan hitam dan putih pada satu waktu. Beliau juga telah mengemukakan teori akhlak dalam kitabnya yang berjudul kitab Tahzib al-Akhlaq. Dalam kitab itu, beliau menyebut kemuncak akhlak ialah apabila lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan secara teratur.

Oleh itu, akhlak yang baik hanya akan lahir daripada jiwa yang bersih dan begitu juga sebaliknya.Untuk mendapat jiwa yang bersih maka anak-anak sejak kecil lagi harus didedahkan de­ngan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai buruk pula hanya akan mengganggu proses tumbesaran dan menyebabkan mereka membesar tanpa menghiraukan tatasusila. Anak-anak perlu dilatih pada peringkat awal tumbesaran supaya bersikap dan bertindak mengikut nilai-nilai ini agar sebati de­ngan diri serta sanubari mereka.

Ibn Maskawaih turut menulis beberapa buah kitab yang lain seperti al'Adwiah al-Mufra-dah tentang ubat-ubatan, Uns al'Farid sebuah antologi cerpen, Tajarub al'Umarn sebuah catatan mengenai sejarah, al-Tabikh mengenai kaedah memasak, al'Asyribah yang membicarakan tentang minuman, al'Fauz al-Kabir, dan Tajrib al'Um. Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli falsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Idea dan pan­dangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan serta sarjana Islam yang tiada tolok bandingan pada zamannya. Sesungguhnya Ibn Maskawaih yang dilahirkan pada 330H (941M) di Kota Rhages itu akan terus dikenang sebagai seorang ahli fal­safah yang kaya dengan teori-teorinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

liat nih filem 2012 yang diprotes oleh ulama kita

div name="mediaspace" id="mediaspace">